Beberapa Hal Yang Diperbolehkan Dalam Puasa (Lengkap) – Pada kesempatan ini Dutadakwah akan membahas tentang Puasa. Yang mana dalam pembahasan kali ini menjelaskan tentang perihal yang diperbolehkan pada saat seseorang melakukan puasa dengan secara singkat dan jelas. Untuk lebih jelasnya silahakan simak ulasan berikut ini dengan seksama.
Beberapa Hal Yang Diperbolehkan Dalam Puasa (Lengkap)
Bagi hamba yang masih memiliki tabi’at baik pasti mengetahui bahwa Allah selalu menginginkan kemudahan dan bukan menginginkan kesulitan bagi hamba-Nya. Dalam perihal puasa, pembuat syari’at yaitu Allah Ta’ala juga menginginkan demikian dan ingin menghilangkan kesulitan dari hamba-Nya. Berikut ini adalah beberapa hal yang dibolehkan oleh syari’at ini dan tidak membatalkan puasa :
1. Masuk Waktu Fajar dalam Keadaan Junub
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui waktu fajar dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi setelah fajar dan tetap berpuasa. ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma berkata,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendapati fajar di bulan Ramadlan (kesiangan), padahal beliau dalam keadaan junub karena jima’. Lalu beliau mandi dan berpuasa.” (Hadits Muslim Nomor 1865)
2. Bersiwak Ketika Berpuasa
Bersiwak adalah sesuatu yang dianjurkan secara syar’i sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا لِي أَرَاكُمْ تَأْتُونِي قُلْحًا اسْتَاكُوا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَفَرَضْتُ عَلَيْهِمْ السِّوَاكَ كَمَا فَرَضْتُ عَلَيْهِمْ الْوُضُوءَ
Artinya : “Apa yang menyebabkan kalian menemuiku dengan gigi yang kuning. Bersiwaklah kalian, seandainya tidak akan memberatkan umatku, niscaya aku akan wajibkan bagi mereka untuk bersiwak sebagaimana aku wajibkan atas mereka berwudhu.”(Hadits Ahmad Nomor 1738)
Dari hadits di atas terlihat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhususkan perintah bersiwak untuk orang yang berpuasa tanpa yang lainnya. Seandainya bersiwak adalah pembatal puasa, tentu saja hal ini akan dijelaskan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beritanya sampai kepada kita.
Catatan: Adapun menyikat gigi menggunakan pasta gigi yang -tentunya memiliki rasa (menyegarkan) dan beraroma-, maka sebaiknya tidak dilakukan ketika berpuasa karena siwak tentu saja berbeda dengan pasta gigi yang beraroma. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 17/261-262)
3. Berkumur-kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Ketika berpuasa diperbolehkan berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung, namun tidak sampai berlebih-lebihan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya : “Sempurnakan wudlu dan perdalamlah dalam memasukkan air ke dalam hidung, kecuali jika engkau berpuasa.” (Hadits Ibnu Majah Nomor 401)
4. Bercumbu (Mubasyaroh) dan Mencium Istri Ketika Puasa Bagi Orang Yang Mampu Menahan Syahwatnya
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَ لِإِرْبِهِ
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencium (istrinya) dalam keadaan sedang berpuasa. Dan juga memeluk (istrinya) dalam keadaan sedang berpuasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling dapat menahan nafsunya.” (Hadits Abu Daud Nomor 2034).
Mubasyaroh adalah saling bersentuhnya kulit (bagian luar) antara suami istri selain jima’ (bersetubuh), seperti mencium. (Shohih Fiqih Sunnah, 2/111)
Catatan: Melakukan semacam ini tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu. (Syarh An Nawawi, 4/85)
5. Bekam dan Donor Darah Jika Tidak Membuat Lemas
Abu Sa’id Al Khudri berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam.” (HR. Ad Daruquthni, An Nasa’i dalam Al Kubro, dan Ibnu Khuzaimah)
Ibnu Hazm mengatakan, “Yang namanya rukhsoh (keringanan) pasti ada setelah adanya ‘azimah (pelarangan) sebelumnya. Hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa dengan berbekam (baik orang yang melakukan bekam atau orang yang dibekam) adalah hadits yang telah dinaskh (dihapus).” (Irwa’, 4/75)
Akan tetapi, bekam dimakruhkan bagi orang yang bisa jadi lemas karena berbekam. Dan boleh jadi diharamkan jika hal itu menjadi sebab batalnya puasa orang yang dibekam. Hukum ini berlaku juga untuk donor darah. Wallahu a’lam.
6. Mencicipi Makanan Selama Tidak Masuk Dalam Kerongkongan
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf no. 9277. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 937 mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Mencicipi makanan terlarang bagi orang yang tidak memiliki hajat, akan tetapi hal ini tidak membatalkan puasanya. Adapun untuk orang yang memiliki hajat, maka hukumnya seperti berkumur-kumur.” (Majmu’ Fatawa, 25/266-267)
Yang termasuk dalam mencicipi adalah adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan. ‘Abdur Rozaq membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus dari Al Hasan, “Aku melihat beliau mengunyah makanan untuk anak kecil sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Beliau mengunyah kemudian beliau mengeluarkan hasil kunyahannya tersebut dari mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak kecil tersebut.”
7. Bercelak dan Tetes Mata
Bercelak dan tetes mata tidaklah membatalkan puasa. Bukhari juga berkata dalam kitab shohihnya tanpa menyebutkan sanad, “Anas, Al Hasan, dan Ibrahim tidaklah menilai bermasalah untuk bercelak ketika puasa.”
Namun demikian ada yang perlu kita garis bawahi tentang tetes mata mungkin yang dimaksudkan tetes mata di sini adalah tetes mata yang sewajarnya hingga air tetesannya tidak sampai mengalir tembus ke tenggorokan, seperti bercelak. Celak tidak mungkin mengalir ke tenggorokan sebab celak itu adalah batu celak yang dihaluskan untuk bercelak, sedangkan benda cair seperti obat tetes mata jika diteteskan ke mata biasanya akan terasa pahit di tenggorokan dan ada kemungkinan cairan tersebut bisa mengalir ke perut, dengan demikian jika cairan tersebut terjadi mengalir ke perut maka bisa dipastikan hal tersebut dapat membatalkan puasa, oleh karena itu lebih baik dihindari.
Referensi: Dalam Fathul-Qorib tertulis sebagai berikut;
وَالَّذِيْ يُفْطِرُ بِهِ الصَّائِمُ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ) أَحَدُهَا وَثَانِيْهَا (مَا وَصَلَ عَمْداً إِلَى الْجَوْفِ) الْمُنْفَتِحِ (أَوْ) غَيْرِ الْمُنْفَتِحِ كَالْوُصُوْلِ مِنْ مَأْمُوْمَةِ إِلَى (الرَّأْسِ) وَالْمُرَادُ إِمْسَاكُ الصَّائِمِ عَنْ وُصُوْلِ عَيْنٍ إِلَى مَا يُسَمَّى جَوْفاً)
Artinya: (Adapun yang membatalkan puasa itu ada sepuluh perkara), 1. dan 2. (adalah masuknya suatu benda dengan sengaja ke lubang) yang terbuka (atau) yang tidak membuka seperti sampainya suatu benda ke luka-luka yang ada (pada kepala sampai ke bagaian dalamnya). Adapun yang dimaksud adalah menahannya orang yang berpuasa dari sampainya benda pada suatu tempat yang dinamai lubang.
Kami akan garis bawahi kalimat: tempat yang dinamai lubang: Lubang yang ada pada tubuh manusia normal itu ada sembilan yang bisa tembus ke perut:
- 1 Lubang mulut
- 2 Lubang hidung
- 1 Lubag qubul
- 1 Lubang dubur
- 2 Lubang telinga
- 2 Lubang mata
Demikian penjelasan kami tentang tetes mata. di sini kami tidak menjelaskan 10 perkara yang membatalkan puasa, sebab akan diterangkan khusus perkara dimaksud pada pasalnya. Wallahu ‘alam.
8. Mandi dan Menyiramkan Air di Kepala untuk Membuat Segar
Abu Bakr berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنْ الْعَطَشِ أَوْ مِنْ الْحَرِّ
Artinya : “sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Al ‘Arj menuangkan air ke kepalanya karena haus atau panas, sementara beliau sedang berpuasa.” (Hadits Abu Daud Nomor 2018)
Demikian ulasan tentang Beberapa Hal Yang Diperbolehkan Dalam Puasa (Lengkap). Semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih.