Mengenal Sejarah Toleransi Dalam Islam Beserta Dalilnya – Saling menghargai dan menghormati dalam Islam merupakan suatu hal yang sangat dianjurkan. Karena terlepas dari ajaran kita yang memang mempunyai ajaran sendiri, dan harus menghargai ajaran yang dianut oleh orang lain yang merupakan bagian dari ilmu dari ajaran kita.
Jika ada agama yang berbeda dengan kita janganlah kita perangi, sebagaimana Allah SWT berfirman:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
“Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku.”
Allah SWT juga berfirman dalam Q.S Al Muthaharah ayat 8:
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Pada kesempatan kali ini Duta Dakwah akan menjelaskan mengenai sejarah toleransi dalam Islam beserta dalilnya. Untuk mengetahuinya langsung saja kita simak penjelasannya sebagai berikut:
Mengenal Sejarah Toleransi Dalam Islam Beserta Dalilnya
Berikut ini adalah sejarah toleransi dalam Islam
Toleransi Pada Zaman Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada sahabat dan umatnya untuk bertoleransi, dan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membenci seseorang hanya karena beda agama. Dari ayat diatas yakni Q.S Al-Muthaharah, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan melakukan hal yang berdampak intoleran.
Adapun beberapa contoh toleransi pada zaman Rasulullah adalah
1. Menghormati Jenazah Yahudi
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 120:
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Ayat diatas menurut Imam Al-Thabari mengutarakan pendapatnya bahwa ayat diatas diturunkan kepada umat yahudi atau nashrani mengklaim bahwa yang akan masuk surga hanyalah kelompok mereka saja, bukan kelompok yang menerima ajaran baru dari Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam (ajaran Islam).
Oleh karena itu, turunlah ayat diatas sebagai motivasi dari Allah SWT bahwasanya statement yang dikeluarkan oleh orang-orang yahudi dan nashrani hanyalah sebuah klaim saja, mereka akan terus berkata demikian sampai Nabi Muhammad mau mengikuti ajaran mereka.
Namun Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membenci mereka, bahkan Rasulullah bertoleransi pada seorang jenazah yang melewat didepan beliau.
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang artinya:
“(Suatu ketika) kami (para sahabat Nabi) dilalui oleh sebuah keranda jenazah. Kemudian Rasulullah pun berdiri (saat keranda itu melewati kami), dan kami pun ikut berdiri seperti yang beliau lakukan.“Rasul, itu kan jenazahnya orang Yahudi, mengapa kita harus berdiri?” tanya para sahabat pada Rasulullah.“Kematian itu sangat menakutkan. Karena itu, apabila kalian melihat jenazah (apapun agamanya) yang sedang lewat, berdirilah sejenak (agar kalian ingat mati),” jawab Rasulullah pada para sahabat” (HR Bukhari, Muslim, an-Nasai, dan Abu Daud)
2. Bersedekah Kepada Non Muslim
Menurut An-N awawi dalam Al-Majmu’ mengatakan bahwa:
Dianjurkan agar sedekah itu diberikan kepada orang sholeh, orang yang rajin melakukan kebaikan, menjaga kehormatan dan dia membutuhkan. Namun jika ada orang yang bersedekah kepada orang fasik, atau orang kafir, di kalangan yahudi, nasrani, atau majusi, hukumnya boleh.
Tetapi ada beberapa ulama mengatakan bahwa sedekah kepada non muslim terbatas kepada sedekah sunnah saja. Sedangkan sedekah wajib hanya diperuntukkan oleh orang-orang yang berhak menerimanya (Syar’i)
3. Mengucapkan Salam Kepada Non-Muslim
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا أ و لا أدلكم على شيئ إذا فعلتموه تحاببتم ؟ أفشوا السلام بينكم
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Mau kah kalian aku tunjuki sebuah amal yang bila dilaksanakan membuat kalian saling mencintai? Tebarkanlah salam,’” (HR Muslim).
Bagi kita sebagai orang awwam mengucapkan salam kepada non-muslim tidak diperbolehkan, hal tersebut jika dilihat dari kasat mata tentu mengabaikan rasa toleransi.
Namun menurut Al-Baihaqi (yang dikutip oleh Imam Nawawi) yang merupakan sahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Abu Umamah selalu mendahulukan memberi salam, assalamu ‘alaikum pada non-Muslim. Beliau berpendapat bahwa salam kita pada sesama Muslim merupakan bentuk tahiyyah (penghormatan), sedangkan salam kita pada non-Muslim merupakan upaya untuk menjaga ketentraman dan kedamaian dengan mereka (dalam artian aman).
Demikianlah penjelasan materi mengenai Mengenal Sejarah Toleransi Dalam Islam Beserta Dalilnya. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan. Terimakasih atas kunjungannya.