Nikmat Sehat, Dan Kelapangan yang sering disia-siakan oleh manusia – Pada lembaran ini Dutadakwah akan menjelaskannya. Pembaca yang budiman, terkadang kita suka lalai tentang nikmat yang telah Allah berikan. Bagaimana penjelasannya?, kami akan terangkan uraiannya di bawah ini.
Nikmat Sehat, Dan Kelapangan yang sering disia-siakan oleh manusia
Ada dua nikmat sehata dan kelapangan yang sering kita sia-siakan padahal kesemptan itu belum tentu terulang. Baiklah dalam halaman ini kami akan uraikan beberapa keterangannya.
Mukadimah
السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحَمْدُ للهِ، وَ الشُّكْرُ لِلّٰهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ: أَمَّا بَعْدُ
Puji dan syuku selalu kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala. Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Agung Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Pembaca yang kami banggakan. Pada lembaran ini kita akan membicarakan tentang nikmat sehat dan kelapangan.
Menyembah Allah & Mensyukuri nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan dalam Firman-Nya:
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ، الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ، سورة قريش : ٣ – ٤
Artinya: Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy : 3-4)
Dan Orang yang bersyukur atas nikmat Allah pasti nikmatnya itu akan ditambah, tetapi sebaliknya jika kufur terhadap nikmat maka siksa Allah amatlah pedih sebgaimana dalam firman-Nya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ، إبراهيم : ٧
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim : 7).
Dua nikmat yang sring disia-siakan
Sebagaimana telah kami sampaikan di atas bahwa sering kali manusia menyia-nyiakan kesempatan. Kesempatan mana yang sering disia-siakan adalah sehat dan kelapangan. Dalam perihal ini rasulullah telah menerangkan dalam sabdanya:
عَنْ اِبْنِ عَبَاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَةُ وَالْفِرَاغُ، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Aertinya: Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebahagian besar manusia iaitu kesihatan dan kelapangan waktu”. (Hadits Riwayat Bukhari) dikutip dar Riyadhush-sholihin.
Penjelasan Hadits
Lafaz Maghbuun dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, iaitu membeli sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipatganda dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang seyogianya dibeli seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat bererti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga lima puluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal oleh Rasulullah ﷺ diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesehatan tubuh dan kelapangan waktu yakni pada waktu yang dalam keadaan longgar, diumpamakan sebagai pokok harta atau kapital untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta’ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.
Namun demikian sebahagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki dua macam kapital dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu, padahal sudah jelas pokok kapitalnya ialah kesihatan dan kelapangan waktu dan yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya.
Bukankah ketaatan kepada Allah itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula yang menyebabkan akan dapat memperolehi laba yang besar sekali di sisi Allah dan yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh sebahagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini.
Baharu orang itu mengerti besarnya kenikmatan sihat dan lapang waktu itu, apabila telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak kewajipan-kewajipan terhadap agama menjadi kucar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.
Rasul pun Senang Menjadi Hamba Bersyukur
Dalam sebuah hadits diterangkan sebagai berikut:
عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْها أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَان يقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حتَّى تتَفطَرَ قَدمَاهُ، فَقُلْتُ لَهُ، لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، وَقَدْ غَفَرَ اللَّه لَكَ مَا تقدَّمَ مِنْ ذَنبِكَ وَمَا تأخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أكُونَ عبْداً شكُوراً؟ متفقٌ عَلَيهِ
هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِي. وَنَحْوُهُ فِي الصَّحِيْحَيْنِ مِنْ رِوَايَةِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ
Artinyas: Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahawasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadat dari sebahagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya:
“Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang kemudian?”
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?” (Muttafaq ‘alaih)
Ini adalah menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab shahih – Bukhari dan Muslim- dari riwayat Mughirah bin Syu’bah.
Keterangan hadits
Dalam mengulas apa yang dikatakan oleh Sayyidah Aisyah radhiallahu ‘anha bahawa Rasuiullah ﷺ itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai berikut:
“Sebenarnya tiada seorang pun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahawa dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta’ala yang telah diampuni yakni mengenai diri Nabi ﷺ itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik yang dengan sengaja atau cara apapun.
Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah ﷺ, juga semua nabiyullah ‘alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya sama sekali (ma’shum minadz-dzunub). Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Tujuan Hadits
Jadi tujuannya hanyalah sebagai mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang di dalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepada-Nya serta senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh-Nya kepada manusia tersebut.
Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan kurniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali.
Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya ‘alaihimus shalatu wassalam itu”.
Demikian Penjelasan Materi tentang; Nikmat Sehat, Dan Kelapangan yang sering disia-siakan oleh manusia – Semoga dapat terinspirasi dari inti uraian tersebut. Mohon Abaikan saja uraian kami ini, jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab.