Najis Mugholadoh : Hukum dan Cara Mensucikannya – Pada kesempatan kali ini Duta Dakwah akan menerangkan tentang Najis Mugholladzoh apa saja yang disebut najis mugholadzoh atau najis berat dan bagaimana cara mensucikannya.
Dalam hal menguraikan tentang najis mugholadzoh dan cara mensucikannya. Di sini kami hanya menurut fiqih Syafi’i, tidak menurut pemahaman diluar Syafi’i. Karena sudah barang tentu jika kita bicarakan beberapa faham, jelas ada perbedaan.
Najis Mugholadoh : Hukum dan Cara Mensucikannya
Dan untuk lebih tereng dan jelasnya mengenai tata cara mensucikan najis mugholadzoh, mari kita simak bersama uraian kami berikut ini:
Mukodimah
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ
بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّة إِلَّا بِاللهِ وَصَلَّى اللهُ وَ سَلَّمَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Bismillahi Tawakkaltu ‘alallah. Saudaraku Semua para pembaca dari kalangan kaum Muslimiin muslimat, Rahimakumu llah. Izinkan kami untuk menuliskan tentang najis mugholadzoh dan cara mensucikannya menurut madzhab Syafi’i.
Najis Mugholadoh
Kata Najis menurut lughot atau bahasa adalah sesuatu yang dianggap kotor meskipun itu bersih. Kotor adalah lawan kata dari suci. Sebagai seorang muslim sudah berang tentu bisa membedakan mana yang suci dan mana yang najis. Tapi diantara saudara kita masih ada yang belum seberapa mengerti membedakan antara najis-najis yang status hukumnya berbeda. Begitu juga yang cara mensucikannyapun berbeda.
Adapun yang dimaksudkan dengan Mugholladzoh adalah berat, jadi arti dari kata; “Najis Mufghlladzoh” itu maksudnya adalah Najis Berat. Untuk mensucikannya mempunya cara khusus. Najis Berat tidak bisa suci jika cara mensucikannya tidak sesuai dengan syari’at. Meskipun itu dicuci dengan menggunakan “detergen” seperti Rinso misalnya.
Najis Mugholadoh Terbagi Dua
Semua jenis najis itu terbagi dua bagian; Pertama Najis ‘Ainiyah dan yang kedua najis Hukmiyah. Demikian juga dengan najis mugholladzoh, ada mugholladzoh ‘ainiyah ada pula mugholladzoh hukmiyah, sebagaimana diterangkan dalam fiqih Madzhaibul Arba’ah jili 1 Bab Thoaharoh:
الشَّافِعِيَّةُ : عَرَفُوْا النَّجَاسَةَ الْحَقِيْقِيَّةَ بِأَنَّهَا الَّتِيْ لَهَا جَرْمٌ أَوْ طَعْمٌ أَوْلَوْنٌ أَوْ رِيْحٌ. وَهِيَ الْمُرَادُ بِالْعَيْنِيَّةِ عِنْدَهُمْ. وَالنَّجَاسَةُ الْحُكْمِيَّةُ بِأَنَّهَا الَّتِيْ لَا جَرْمَ لَهَا وَلَا طَعْمَ وَلَا لَوْنَ وَلَا رِيْحَ. كَبَوْلٍ جَفٍ وَلَمْ تُدْرَكْ لَهُ صِفَةٌ, فَإِنَّهُ نَجْسٌ نَجَاسَةٌ حُكْمِيَّةٌ.
Artinya; Madzhab Asy-Syafi’i mendefinisikan najis hakiki sebagai sesuatu yang mengandung kotoran, atau berubah rasanya, atau warnanya, atau baunya. Itulah yang dimaksud dengan najis ain (najis ‘ainiyah) menurut mereka. Sedangkan najis hukmniyah adalah yang tidak ada kotorannya, tidak ada rasanya, tidak ada warna, dan tidak bau, seperti bekas air kencing yang sudah kering, dan tidak ada bentuknya. Itulah najis huktmiyah.
Hewan Yang Najis Mugholadoh
Semua hewan ketika masih kedaan hidup itu hukumnya suci tapi ada dua macam hewan yang dihukumi tidak suci meskipun hewan itu masih hidup diterangkan dalam fiqih Fathul-qorib:
وَالْحِيْوَانُ كُلُّهُ طَاهِرٌ اِلَّا الْكَلْبَ وَالْخِنْزِيْرَ وَمَا تَوَلَدَ مِنْهُمَا اَوْ مِنْ اَحَدِهِمَا مَعَ حِيْوَانٍ طَاهِرٍ وَعِبَارَتُهُ تَصْدُقُ بِطَهَّارَةِ الدُّوْدِ الْمُتَوَلَدِ مِنَ النَّجَاسَةِ وَهُوَ كَذَلِكَ
Arrtinya: Dan adapun semua hewan itu hukumnya suci kecuali anjing dan babi dan hewan yang diperankan dari anjing dan babi atau dari salah satunya dengan hewan yang suci, Pernyataan Mushonif sekaligus membenarkan sucinya belatung yang keluar dari najis dan ini hukumnya suci.
Hukum Hewan Suci Yang Terlahir Dari Babi atau Anjing
Sebagaimana sudah diterangkan di atas barusan maka sudah cukup jelas bahwa; jika ada babi beranak kambing, maka kambing tersebut statusnya sama dengan babi yakni kenajisannya, demikian juga bila terjadi ada anjing beranak kambing atau beranak kelinci, maka status anak anjing meskipun fisiknya dari hewan suci maka tetap najis.
Hukum Bejana yang Dijilat Anjing
Apabila ada bejan atau badah-badahan apa saja yang dijilat anjing atau babi, maka hukum bejana tersebut najis berat. Bejana tersebut tidak boleh digunakan atau haram dipake oleh orang muslim terutama yang bermadzhab Syafi’i kecuali telah di bersihkan terlebih dulu dengan cara khusus sesuai sunnah.
Dalam hal ini sebagaimana diterang dalam Hadits:
Dalil Pertama Tentang Najis Anjing
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنِ يُوْسُفَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْ الزَّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ “إِذَا شَرَبَ الْكَلْبُ فِيْ إِنَاءِ أَحِدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا” (صحيح البخاري مجلد:1، صحيفة: 56
Artinya: Abdullah bin Yusuf telah menerangkan kepada kami dari Malik dari Abi Junad dari al-A’roj dari Abu Hurairoh r.a.: Bahwa Rasulullah SAW beliab bersabda: “Apabila ada anjing meminum di badah seseorang diantara kalian, maka cucilah badah tersebut tujuh kali. (HR. Al-Bukhori, Kutipan dari Shohih Al-Bukhori jilid 1 halaman 56).
Dalil Kedua Tentang Najis Anjing
وَحَدَّثَنَا زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ. وَحَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَانٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيْرِيْنَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ : قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: «طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَاتٍ أَوَّلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ». (رواه مسلم : صحيح مسلم مجلد ؛ 1، صحيفة : 144
Artinya: Zuhri bin Harob telah menceritakan kepada kami, Telah bercerita kepada kami Isma’il bin Ibrahim dari Hisyam bin Hasan dari Muhammad Bin Sirin dari Abu Hurairoh Kata Abu Haurairoh Bersabda Rasulullah SAW: “Untuk membersihkan bejana kamu apabila anjing menjilat bejana maka harus mencucinya tujuh kali, dan untuk yang pertama dari tujuh kali cucian itu harus dicampur tanah”. (HR. Muslim. Kutipan dari Shohih Muslim Jilid 1 halaman 144)
Dalil Ketiga Tentang Najis Anjing
وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُعَاذٍ. حَدَّثَنَا أَبِيْ. حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِيْ التَّيَاحِ. سَمِعَ مُطْرَفَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يُحَدِّثُ عَنْ إِبْنِ الْمُغَفَّلِ قَالَ : “أمَرَ رسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم بِقَتْلِ الكِلاَبِ ثُمَّ قَالَ: مَا بَالُهُمْ وَبَالُ الكِلاَبِ، ثُمَّ رَخَصَّ فِي كَلْبِ الصَّيْدِ وَكَلْبِ الغَنَم وَقَالَ: إذَا وَلِغَ الكَلْبُ فِي الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَاتٍ وَعَفِّروُهُ الثَامِنَةَ بِالتُرَاب” (رواه مسلم، صحيح مسلم مجلد : 1، صحيفة : 144-145
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mu’adz, Telah menceritakan kepada kami Ubay, Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abi Tayah. Beliau telah mendengar Muthraf bin Abdullah ia menceritakan dari Ibnu Al-Mughoffal: “Rasulullah SAW pernah memerintahkan untuk membunuh anjing kemudian beliau bersabda: “Ada apa mereka? (hingga tidak mau membunuh anjing?), dan ada apa dengan anjing? (hingga harus dibunuh), maka beliau memberi kelonggaran terhadap pemeliharaan anjing pemburu dan anjing penjaga kambing (anjing penggembala ternak), lalu beliau bersabda: “Apabila anjing menjilat bejana, hendaklah dicuci tujuh kali dan yang kedelapannya dengan tanah”. (HR Muslim. Kutipan dari Shohih Muslim Jilid 1 halaman 144-145)
Dan masih banyak dalil-dalil hadits tentang kenajisannya anjing, lalu bagaimana dengan babi? Jawabannya jika anjing saja dikatakan najis maka apalagi babi, sebab babi itu lebih jorok dan lebih kotor daripada anjing.
Lafadz Niat Mencuci Najis Mugholadoh:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: نَوَيْتُ غَسْلَ هَذَا الْإِنَاءَ لِطَهَارَةِ مِنَ النَّجَاسَةِ الْمُغَلَّظَةِ فَرْضَ لِلّٰهِ تَعَالَى
A’udzu billahi minas-Syaithonir Rojiim, Bismillahir Rohmanir Rohiim. Nawaitu Ghosla Hadzal- Ina-a, lithoharoti minan najasatil-mugholladzoti fardho lillahi ta’ala.
Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk, Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha Penyayang. “Saya berniat mencuci bejana ini karena untuk mensucikan dari najis mugholladzoh fardu karena Allah”
Cara Mencuci Bejana Bekas Jilatan Anjing
Jika kita mau mencuci bejana yang dijilat anjing dan mau memakai cara fiqih mengacu pada hadits yang artinya: “apabila anjing menjilat bejana maka harus mencucinya tujuh kali, dan untuk yang pertama dari tujuh kali cucian itu harus dicampur tanah” hadits tersebut sebagai dalil, in syaa allah yang maksudnya kalau maneurut fiqih adalah salah satunya harus memakai tanah, jika demikian yang dimaksudkan, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Basuh dan bersihkan bejana terlebih dahulu dengan air sampai bersih ya’ni hilangnya wujud najis tersebut, dimana secara kasat mata tidak terlihat lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Hanya saja secara hukum (hukmiyah) najisnya tetap masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air.
- Siapkan Tanah yang Bersih
- Kemudian Satu Badah yang sudah berisi air bersih
- Siapkan Satu Ember besar berisi air bersih dan tidak musta’mal
- Campurkan tanah bersih dengan air yang sudah disiapakan lalu diaduk dengan menggunakan alat yang bersih
- Ambil Bejana yang terjilat anjing dan sudah bersih secara kasat mata, ucapakan niat sebelum mencuci, kemudian cuci bejana tersebut sambil hatinya menjalakan niat yang sudah diucapkan, dicuci dengan menggunakan air
- Bilas dengan air yang sudah dicampur tanah secara merata dan hati tetap menjalakan niat untuk mensucikan najis mugholladzoh, kemudian bilas dengan air bersih secara merata.
- Pada bilasan ini baru dihitung cucian yang kedua.
- Kemudian dilanjutkan lima kali cucian lagi
- Setelah ditambah lima kali cucian tersebut baru itu terhitung tujuh kali cucian yang salah satunya dicampur tanah.
- Dengan demikian barulah bejana tersebut sudah suci dan boleh digunakan.
Demikian Najis Mugholadoh : Hukum dan Cara Mensucikannya – Semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua. Mohon ma’af jika ada yang berbeda. Terima kasih atas kunjungannya.
بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ