Kisah Waliyatullah Robi’ah Al-Adawiyah dilamar Ulama – Ada sebuah kisah Waliytullah, Duta Dakwah akan menuliskannya tentang kisah tersebut menukil dari “Syarah ‘Uqudullujain”, Untuk bacaan Keluarga Bahagia, mudah-mudahan kisah ini bisa diambil pelajaran oleh para pembaca, serta bisa untuk mengamalkannya. Sehingga pengamalnya juga mendapat karomah dari Allah Ta’ala amiin.
Kisah Waliyatullah Robi’ah Al-Adawiyah dilamar Ulama
Pembahasan mengenai Kisah Waliyatullah yang kami nuilkan dari uqudullujain ini adalah lanjutan materi kami yang ke 36, Dan untuk lebih jelasnya mengenai hal ini mari kita baca bersama uraiannya berikut ini:
Mukodimah
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ
Puji dan Syukur senantiasa tetap kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT. Sholawat dan salamnya semoga tetap tercurahkan ke haribaan Nabi Agung Muhammad s.a.w., keluarga dan shahabatnya semua, Amiin…
Saudara dan saudariku seiman yang dirahmati Allah SWT. Ada seorang Waliytullah yang bernama Robi’ah Al-‘Adawiyah suami beliau meninggal dunia, lalu kemidian beliau didatangi oleh Ulama besar dengan maksud untuk dipinang, Robi’ah Al-Adawiyah tidak menolak pinangan itu namun beliau mengajukan empat pertanyaan, bagaimana kisahnya ?, berikut ini kisahnya:
Kisah Siti Robi’ah al-‘Adawiyah Arabic
وَحُكِيَ أَنَّهُ) أيْ الشَّأْنَ (لَمَّا مَاتَ زَوْجُ الوَلِيَّةِ رَابِعَةَ الْعَدَوِيَّةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اسْتَأْذَنَ الْحَسَنُ البَصْرِيُّ) وَهُوَ مِنْ أَكْبَرِ التَّابِعِيْنَ (وَأَصْحَابُهُ) رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ فِي الدُّخُوْلِ (فَأَذِنَتْ) أيْ رَابِعَةٌ (لَهُمْ بِالدُخُوْلِ وَأَرْخَتْ) أَيْ أَرْسَلَتْ رَابِعَةٌ (سِتْرًا) بِكَسْرِ السِّيْنِ، وَهُوَ مَا يَسْتُرُ بِهِ (وَجَلَسَتْ وَرَاءَ السِتْرِ، فَقَالَ الْحَسَنُ وَأَصْحَابُهُ: “إِنَّهُ) أيْ الشَّأنَ (قَدْ مَاتَ بَعْلُكِ، فَاخْتَارِيْ مِنْ هَؤُلاَءِ الزُهَّادِ مَنْ شِئْتِ”. فَقَالَتْ: “نَعَمْ، حُبًّا وَكَرَامَةً، وَلَكِنْ) سَأَلْتُكُمْ (مَنْ أَعْلَمُكُمْ حَتَّى أُزَوِّجَهُ) أيْ الْأَعْلَمُ (نَفْسِيْ” ؟. فَقَالُوْا) أيْ أَصْحَابُ الْحَسَنِ: أَعْلَمُنَا (“الْحَسَنُ البَصْرِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ”، فَقَالَتْ) أيْ رَابِعَةٌ (“إِنْ أَجَبْتَنِيْ عَنْ أَربَعَةِ مَسَائِلَ فَأَنَا زَوْجَةٌ لَكَ”، فَقَالَ) أيْ الْحَسَنُ (“اِسْأَلِيْ إِنْ وَفَّقَنِيْ اللهُ) أيْ أَقْدَرَنِيْ عَلَى الْجَوَابِ (أَجَبْتُكِ”. فَقَالَتْ: “مَا تَقُوْلُ لَوْ مُتُّ، خَرَجْتُ مِنَ الدُنْيَا مُسْلِمَةً أَوْ كَافِرَةً” ؟، قَالَ) أيْ الْحَسَنُ (“هَذَا) أيْ مَعْرِفَةُ الْخُرُوْجِ مَعَ تِلْكَ الصِّفَةِ (غَيْبٌ”) عَنِ الْخَلْقِ (فَقَالَتْ: “مَا تَقُوْلُ إِذَا وُضِعْتُ فِيْ قَبْريْ وَسَأَلَنِيْ مُنْكَرٌ وَ نَكِيْر، أَأَقْدِرُ عَلَى جَوَابِهَا أَمْ لاَ” ؟، فَقَالَ: “هَذَا) أَيْ مَعْرِفَةُ قُدْرَةِ الْجَوَابِ لِسُؤَالِهِمَا أَمْ لَا (أَيْضًا) أيْ كَمَا غَابَ مَا تَقَدَّمَ (غَيْبٌ”. فَقَالَتْ: “إِذَا حُشِرَ النَّاسُ) فِيْ الْمَوْقِفِ (يَوْمَ القِيَامَةِ وَتَطَايَرَتِ الكُتُبُ) أيْ كُتُبُ الْأَعْمَالِ الَّتِيْ كَتَبَتْهَا الْمَلَائِكَةُ الْحَفَظَةُ مِنْ خَزَانَةِ تَحْتِ الْعَرْشِ بِتَطْيِيْرِ الرِّيْحِ إِيَّاهَا بِأَمْرِ اللهِ تَعَالَى وَتَلْتَصِقُ بِعُنُقِ صَاحِبِهَا ثُمَّ تَأْخُذُهَا الْمَــــــلَائِكَةُ مِنَ الْأَعْنَاقِ لِيَعْطُوْهَا لِصَاحِبِهَا (فَيُعْطَى بَعْضُهُمْ الكِتَابَ) أيْ كِتَابَ أَعْمَالِهِ (بِيَمِيْنِهِ) أيْ مِنْ أَمَامِهِ وَهُوَ الْمُؤْمِنُ الْمُطِيْعُ (وَبَعْضُهُمْ بِشِمَالِهِ) مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِهِ وَهُوَ الْكَافِرُ (أَأُعْطِيَ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ أَمْ بِشِمَالِيْ” ؟، فَقَالَ: “هَذَا) أَيْ مَعْرِفَةُ إِعْطَاءِ الْكُتُبِ (أَيْضًا غَيْبٌ”. فَقَالَتْ: “إِذَا نُوْدِيَ فِيْ القِيَامَةِ فَرِيْقٌ فِيْ الجَنَةِ وَ فَرِيْقٌ فِيْ السَعِيْرِ، أَأَكُوْنُ مِنْ أَهْلِ الجَنَةِ أَمْ مِنْ أَهْلِ النَارِ ؟”، فَقَالَ) أيْ الْحَسَنُ (“هَذَا) أيْ مَعْرِفَةُ كُوْنِكِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوْ مِنْ أَهْلِ النَّارِ (غَيْبٌ أَيْضًا”) أيْ كَمَا غَابَ مَا تَقَدَّمَ (فَقَالَتْ) أيْ رَابِعَةٌ (“أَمَنْ لَهُ هَمُّ هَذِهِ الأَرْبَعَةِ يَحْتَاجُ إِلَى زَوْجٍ ؟، أَويَتَفَرَّغُ إِلَى اخْتِيَارِ زَوْجٍ” ؟. فَانْظُرُوْا) أيْ أَيُّهَا السَّامِعُوْنَ (إِلَى هَذِهِ العَابِدَةِ الزَاهِدَةِ، كَيْفَ خَافَتْ) أيْ هَذِهِ الْعَابِدَةُ، وَهِيَ رَابِعَةٌ الْبَصْرِيَةُ (خَاتِمَتَهَا ؟. وَمَا هَذَا) أي الْخَوْفُ (إِلاّ بِصَفَاءِ قَلْبِهَا مِنْ كُدُوْرَاتِهَا، وَرُسُوْخِ) أيْ ثُبُوْتُ (حِكْمَتِهَا) أيْ عِلْمِهَا الْمُصَاحِبُ لِلْعَمَلِ
Terjemahan Kisah Siti Robi’ah Al-‘adawiyah bahasa Indonesia
Ketika suami rabi’ah Adawiyah meninggal dunia, beberapa waktu kemudian Hasan Al-Basri dan kawan kawannya datang menghadap Siti Rabi’ah. (Hasdan al-Basri iniadalah Tokoh para Tabi’in dan para sahabatnya semua Rodhiyallahu anhum) Mereka meminta izin di perkenankan masuk, dan Siti Robi’ah pun perkenankan mereka masuk. Lalu Siti Rabi’ah segera mengenakan cadarnya, dan mengambil tempat duduk di balik tabir / gordeng.
Beliau Hasan Al-Basri mewakili kawan kawannya mengutarakan maksud kedatangannya. Ia berkata: ”Suamimu telah tiada, sekarang Kau sendirian. Kalau engkau menghendaki silahkan memilih salah seorang dari kami. Mereka ini orang orang yang ahli zuhud”.
Jawab Rabi’ah al-Adawiyah: ”ya, aku suka saja mendapat kemuliyaan ini. Namun aku hendak menguji kalian, siapa yang paling ‘alim (pandai) diantara kalian itulah yang menjadi suamiku”.
Hasan Al-Basri dan kawan kawannya menyanggupi. Kemudian Rabi’ah al-Adawiyah bertanya: ”Jawablah empat pertanyaanku ini kalau bisa aku siap di peristri oleh kamu”.
Hasan Al-Basri berkata: ”Silahkan bertanya, kalau Allah memberi pertolongan aku mampu menjawab tentu aku jawab”.
“Pertanyaan Robi’ah al-Adawiyah: Bagaimana pendapatmu kalau aku mati kelak, kematianku dalam muslim (husnul khatimah) atau dalam keadaan kafir (suul khatimah)”. kata Rabi’ah bertanya.
Jawab Hasan Al-basri : ”Yang kau tanyakan itu hal yang ghaib, mana aku tahu”.
“Bagaimana pendapatmu, kalau nanti aku sudah di masukkan kedalam kubur dan mungkar-nakir bertanya kepadaku, apakah aku sanggup menjawab atau tidak ?”.
“Itu persoalan ghaib lagi”. Jawab Hasan Al Basri.
“Kalau seluruh manusia di giring di MAUQIF (padang mahsyar) pada hari kiamat kelak, dan buku buku catatan amal yang dilakukan oleh malaikat HAFADZOH beterbangan dari tempat penyimpanannya di bawah ‘arsy. Kemudian buku buku catatan itu di berikan kepada pemiliknya. Sebagian ada yang melalui tangan kanan saat menerima dan sebagian lagi ada yang lewat tangan kiri dalam menerimanya. Apakah aku termasuk orang yang menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kiri. . ?, tanya Rabi’ah.
“Lagi lagi yang kau tanyakan hal yang ghaib”, jawab Hasan Al Basri.
Tanya Rabi’ah sekali lagi:”Manakala pada hari kiamat terdengar pengumuman bahwa, sebagian manusia masuk surga dan sebagian yang lain masuk neraka, apakah aku termasuk ahli syurga atau ahli neraka. . ?”. “Pertanyaanmu yang ini juga termasuk persoalan yang ghaib”, jawab Hasan Al basri.
Rabi’ah berkata :”Bagaimana orang yang mempunyai perhatian kuat terhadap empat persoalan itu masih sempat mamikirkan nikah. . ?”.
Coba perhatikanlah kisah dialog tersebut. Betapa besar perasaan takut Rabi’ah al-Adawiyah terhadap persoalan itu. Kendati ia seorang sholehah. namun masih diikuti perasaan takut yang luar biasa jika akhir hayatnya tidak baik.
Kisah Robi’ah al-Adawiyah Dalam Kesehariannya arabic
رُوِيَ عَنْ بَعْضِ الصَّالِحِيْنَ قَالَ: كَانَ لِرَابِعَةِ الْعَدَوِيَةِ أَحْوَالٌ شَتَّى، فَكَانَتْ مَرَّةً يَغْلِبُ عَلَيْهَا الْحُبُّ، وَمَرَّةً يَغْلِبُ عَلَيْهَا الْاُنْسُ، وَمَرَّةً يَغْلِبُ عَلَيْهَا الْخَوْفُ. وَقَالَ زَوْجُهَا: جَلَسْتُ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ آكُلُ وَهِيَ جَالِسَةٌ بِجَانِبِيْ فَقَعَدْتُ تُذَكِّرُ أَهْوَالَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَقُلْتُ: “دَعَيْنَا نَتَنْهَنَا بِطَعَامِنَا”، فَقَالَتْ: “لَسْتُ أَنَا وَأَنْتَ مِمَّنْ يَنْغُصُ عَلَيْهِ الطَّعَامُ بِذِكْرِ الْآخِرَةِ”، ثُمَّ قَالَتْ: “وَاللهِ، إِنِّيْ لَسْتُ أُحِبُّكَ حُبَّ الْأَزْوَاجِ، إِنَّمَا أُحِبُّكَ حُبَّ الْإِخْوَانِ”. وَكَانَتْ إِذَا طَبَخَتْ قَدُرًا قَالَتْ كُلْهُ: “يَاسَيِّدِيْ فَمَا يَصِحُّ جِسْمِيْ إِلَّا بِالتَّسْبِيْحِ”. ثُمَّ قَالَتْ لِيْ: “اِذْهَبْ فَتَزَوَّجْ”. فَتَزَوَّجْتُ بِثَلَاثِ نِسَاءٍ، فَكَانَتْ تُطْعِمُنِيْ اللَّحْمَ وَتَقُوْلُ: “اِذْهَبْ بِقُوَّتِكَ إِلَى أَهْلِكَ”. وَكَانَتْ تَأْتِيْهَا الْجِنُّ بِكُلِّ مَا تَطْلُبُ. وَكَانَ لَهَا كَرَامَاتٌ كَثِيْرَةٌ حَتَّى مَاتَتْ.
Terjemahan Kisah Robi’ah Dalam Kesehariannya
Diriwayatkan dari ba’dush sholihin: Ba’dus Hsolihin berkata: bahwa Robi’atul Adawiyyah mengalami beberapa hal dalam kesehariannya, terkadang ia mengalami fase sangat mencintai, dilain waktu ia merasa betah dan berlama-lama dikamar kholwah, dan pada waktu lain ia sangat merasa ketakutan.
Berkatalah suaminya: Aku sedang duduk dan makan pada suatu hari dan robi’atul adawiyah (istriku) duduk menemaniku, robi’ah duduk dan menceritakan ahwal qiyamat. Aku berkata: mari kita menceritakannya sambil makan. Ia berkata: tidaklah aku dan engkau menceritakan perkara akhirat sementara makanan dalam genggaman tangan. Ia berkata: Demi allah aku mencintaimu bukan karena engkau suamiku, namun karena engkau sahabat atau saudaraku dalam beribadah. Robi’ah ketika ia memasak untuk suaminya maka ia berkata: Makanlah…Ya sayyidi tidak akan sehat jasadku kecuali dengan membaca tasbih. Kemudian ia (robi’ah) berkata padaku: menikahlah kembali dengan wanita yang lain.
Maka aku menikah kembali dengan tiga wanita, dan robi’ah menyuguhiku dengan daging. Dan ia berkata: pergilah dengan kekuatanmu pada ahlimu (istri-istrimu), ada yang memenuhi kebutuhan ketika kami memerlukannya. Siti Robi’ah al-‘Adawiay adalah selalu didatangi jin pada setiap apa saja yang Robi’ah cari, Dan Robi’atul Adawiyah itu Masyhur memeliki karomah yang banyak hingga ia wafat.
Demikian Uraian kami tentang Kisah Waliyatullah Robi’ah Al-Adawiyah dilamar Ulama – Semoga para pembaca dapat mengambil hikmahnya dari kisah ini. Abaikan saja uraian kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya.
بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ