Kewajiban Suami Bergaul Dengan Baik Kepada Keluarganya – Pada kesmpat kali ini Duta Dakwah akan menyampaikan tentang Seorang Kepala Rumah tangga bergaul dengan baik Mu’asyaroh bil’ma’ruf dengan keluarga.
Kewajiban Suami Bergaul Dengan Baik Kepada Keluarganya
Pada Risalah ini kami akan tuliskan Materi yang sesuai dengan Tema tesebut In Syaa Allah. Untuk lebih jelasnya mengenai prihal ini mari kita sama-sama ikuti uraian berikut ini:
Mukodimah
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ سُلُالَةٍ مِنْ طِيْنٍ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلَقَدْ خَلَقَنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ، ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ، ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ، الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَافِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ
Puji dan Syukur senantiasa tetap kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT Tuhan seru sekalian ‘alam, Shalawat dan salamnya semoga tetap tercurah ke haribaan Nabi Agung Muhammad s.a.w., keluarga dan shahabatnya semua, Amiin…
Saudarku seiman, dalam Mukadimah ini kami tidak berpanjang lebar langsung saja kita Tuliskan Materi singkat dalam pembahasan ini.
Kewajiban Suami Bergaul Dengan Baik
Para Suami mempunyai kewajiban untuk mendidik istrinya dengan baik dan berwasiatlah kepadanya juga dengan wasiat yang baik-baik sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
{قال اللَّه تعالى (النساء 19): {وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: “Dan pergaulilah kaum wanita itu dengan baik-baik.” (an-Nisa’: 19)
Dan Allah Ta’ala berfirman lagi:
وقال تعالى (النساء 129): { وَلَن تَسْتَطِيعُوا أَن تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِن تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya: “Dan engkau semua tidak akan dapat berbuat seadil-adilnya terhadap kaum wanita itu, sekalipun engkau semua sangat menginginkan berbuat sedemikian itu. Oleh sebab itu,janganlah engkau semua miring kepada yang satu dengan cara yang keterlaluan sehingga engkau semua biarkan ia sebagai tergantung. jikalau engkau berbuat kebaikan dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (QS. an-Nisa’: 129)
Keterangan:
Dalam syariat Islam seorang lelaki dibolehkan berpoligami atau menikah lebih dari satu dan dibatasi sebanyak-banyaknya empat istri. Tetapi diberi syarat mutlak bagi suami itu hendaklah ia dapat berlaku adil. Maksudnya, jika menikah dua orang masih dapat berlaku adil, hukumnya tetap boleh, tetapi jika dua orang saja sudah tidak dapat adil, maka wajib hanya seorang saja. Sekiranya beristri dua dapat adil, tetapi jika sampai tiga, lalu tidak adil, maka haramlah bagi suami itu menikahi tiga istri. Jadi yang dibolehkan hanya dua belaka. Seterusnya jika tiga orang dapat berbuat adil, tetapi kalau empat, lalu menjadi tidak adil, maka haram pula beristri sampai empat itu. Jadi wajib hanya tiga istri saja yang boleh dinikahi. Ringkasnya keadilan itu memegang peranan utama untuk halal atau haramnya lelaki nikah lebih dari satu. Ini sesuai dengan petunjuk Allah yang difirmankan dalam al-Quran, yakni:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. an-Nisa’: 3)
Makna Keadilan
Keadilan yang dimaksudkan ialah mengenai hal-hal yang dzohir, seperti bergilir untuk bermalam. Tetapi yang mengenai isi hati tentu tidak diwajibkan adanya keadilan itu seperti rasa cinta kepada yang seorang melebihi kepada yang lain. Ini sama halnya dengan wanita yang bersaudara banyak, misalnya: Mungkin kepada si Nuruddin ia lebih cinta dan lebih senang, sedang kepada si Hasbullah tidak demikian atau kurang kecintaannya dan kepada si Jalal malahan membenci padahal semuanya sesaudara. Jadi mengenai rasa cinta tidak diwajibkan adanya keadilan.
Demikian pula dalam hal persetubuhan, tidak pula diwajibkan adanya keadilan itu bagi suami terhadap para istrinya, sebab persoalan ini adalah sebagai hasil yang ditumbuhkan oleh rasa cinta tersebut.
Itulah yang dimaksudkan dalam Islam mengenai makna keadilan. Oleh sebab itu pula Allah berfirman sebagaimana di atas, yang tujuannya ialah bahawa kamu semua, hai manusia, itu tidak mungkin dapat berbuat keadilan yang seadil-adilnya terhadap para istri itu, sekalipun kamu ingin berbuat demikian. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah bersabda:
Yang artinya: “Ya Allah, inilah daya-upayaku yang dapat kumiliki (yakni dalam berlaku adil terhadap para istri), saya tidak kuat memiliki sebagaimana yang Engkau miliki dan hal itu memang tidak saya miliki (atau saya tidak dapat melaksanakannya).”
Namun demikian, sekalipun kita tidak dapat berlaku seadil-adilnya terhadap para istri, kita pun diperingatkan oleh Allah Ta’ala dengan firmanNya:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (an-Nisa’: 129)
Selanjutnya tidak cukup Pembahasan hanya sampai di sini, melain pembahsan ini masi bersambung ke materi beikutnya iaitu tentang; Jangan Biarkan Istri Seperti Yang Teratung-katung tabpa sandaran, oleh karena itu kami saranka agar kiranya pembaca klik saj link ini: Jangan Biarkan Istri Seperti Yang Terkatung-katung.
Demikian Uraian kami tentang Kewajiban Suami Bergaul Dengan Baik Kepada Keluarganya – Semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua sebagai para suami. Abaikan saja uraia kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya.
بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ