Cabang Iman Dan Cabang Kekufuran Dalam Akidah – Pada kesempatan ini Dutadakwah akan membahas tentang Iman. Yang mana dalam pembahasan ini menjelaskan cabang iman dan cabang kekufuran dalam akidah ahlus sunnah dengan secara singkat dan jelas. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasan berikut ini.
Cabang Iman Dan Cabang Kekufuran Dalam Akidah
Di antara cabang-cabang iman tersebut ada yang bersifat ushul (pokok) ada pula yang bersifat furu’ (cabang). Antara cabang satu dengan cabang yang lain memiliki batas yang jelas.
Iman itu memiliki cabang-cabang
Dalam ash-Shahihain terdapat sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah perkataan, LAA ILAAHA ILLALLAHU (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman.” (Hadits Muslim Nomor 51)
Kategori Cabang
Oleh sebagian ulama, cabang-cabang ini dikategorikan menjadi beberapa macam;
Ada cabang yang berbentuk perkataan dan perbuatan lahir.
Ada cabang yang berbentuk perkataan dan perbuatan batin.
Juga Ada cabang yang ditunjukkan oleh naluri fitrah shahihah (yang benar) yang ada pada diri manusia, seperti menyingkirkan rintangan dari jalan, bahkan ada pula cabang iman yang bentuknya sama sekali tidak ditunjukkan oleh dalil apapun, cukup dengan fitrah.
Dan Ada pula cabang iman yang tidak bisa diketahui kecuali harus dengan wahyu, seperti ibadah-ibadah mahdhah.
Iman itu tak bisa ditetapkan jika hanya dengan keberadaan salah satu dari cabang iman yang ada. Demikian pula sebaliknya, iman itu tidak bisa hilang jika hanya dengan hilangnya salah satu dari cabang iman yang ada. Penentuan iman baik dengan penetapan atau penghilangan cabang adalah dengan pengetahuan terhadap aturan syar’i dalam hal itu. Oleh karena itu, ada sebagian ulama yang mengklasifikasikan cabang-cabang iman ini berdasarkan sifatnya:
Ushul Cabang Iman
Yaitu kalimat laa ilaha illa llahu, baik berupa perkataan, perbuatan, yang lahir, yang batin. Maka setiap keyakinan hati, perkataan lisan, dan perbuatan anggota badan yang tidak bisa menetapkan iman kecuali dengannya itu termasuk bagian dari Ushul cabang iman.
Furu’ Cabang Iman
Yaitu cabang-cabang iman yang hanya memengaruhi pertambahan dan pengurangan kualitas iman saja, keberadaannya tidak memengaruhi sah dan tidaknya iman, dan ketiadaannya tidak memengaruhi ketiadaan iman dari dalam diri seseorang.
Banyak orang-orang bodoh yang tidak peduli dengan perbedaan antar cabang-cabang iman, akhirnya mereka juga tidak peduli dengan perbedaan antar cabang-cabang kekufuran. Mereka menganggap bahwa orang yang melakukan sebuah perbuatan baik dan bersosial kepada manusia dengan baik, maka itu cukup untuk menilainya sebagai muslim. Mereka kira keimanan kepada risalah Muhammad bisa didapat cukup hanya dengan keberadaan cabang iman dalam dirinya.
Padahal, meskipun setiap manusia melakukan perbuatan yang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia, itu sama sekali tidak bisa dijadikan alasan penetapan iman dalam diri mereka. Yang terjadi hanyalah diberinya pahala bagi seorang mukmin karena keberadaan cabang iman tersebut, dan tidak ada pahala sama sekali bagi orang kafir yang mengamalkan cabang keimanan itu karena dia masih kufur.
Kekeliruan Pemikiran Filsafat Tentang Cabang Iman
Pemikiran filsafat tidak membedakan antara seorang nabi dengan seorang filsuf, sebab pemikiran mereka tidak membedakan antara dalalah fitrah dan tabiat dengan dalalah wahyu dan syar’i, mereka tidak membedakan antara tunduk kepada akal dengan tunduk kepada nash/dalil. Mereka berpemahaman bahwa semua itu adalah sama, sebagai petunjuk kepada kebenaran.
Pemikiran keliru ini dibawa oleh al-Farabi (Ara’u Ahlil Madinah al-Fadhilah, 8; Majmu al-Fatawa, 7/588-589), Ibnu Sina (An-Najat, 310-311; Ar-Risalah al-Adhhawiyyah fi Amril Ma’ad, 44-48), dan tokoh-tokoh filsafat Yunani seperti Arsitoteles dan para pengikutnya (Tahafut al-Falasifah, 12; Ar-Radd ‘Ala al-Manthiqiyyin, 335), serta tokoh-tokoh lintas agama yang terpengaruh pemikiran liberal.
Mereka memasukkan orang-orang yang mengamalkan furu’ cabang iman ke dalam lingkaran status beriman. Jadi mereka juga meyakini orang yang tidak mengamalkan ushul cabang iman itu tidak kafir. Mereka mencampuraduk antara perbuatan-perbuatan duniawi dan hak seorang hamba dengan perbuatan-perbuatan ukhrawi dan hak sang Pencipta.
Oleh sebab itu, orang yang tidak paham tentang hakikat iman, substansinya, dan tingkatan cabang-cabangnya, maka dia tidak akan paham hakikat kekufuran, substansinya, berikut tingkatan cabang-cabangnya. Sebab, orang yang paham tentang keimanan, dia akan paham tentang kekufuran.
Keliru dalam memahami iman
Orang yang keliru dalam memahami iman, ia akan keliru dalam memahami kekufuran. Setiap cabang-cabang iman adalah kebalikan dari cabang-cabang kekufuran. Jika ada satu point yang tidak dipahami dalam perkara iman, seukuran itu pula ia tidak memahami perkara kekufuran.
Posisi Ahlu Sunnah yang selalu berada di tengah dan adil dalam masalah iman, dapat mengetahui betapa jauhnya setiap kelompok kalangan Murjiah dan Khawarij dari keadilan. Sehingga orang-orang Murjiah akan menganggap Ahlu Sunnah sebagai Khawarij, dan orang-orang Khawarij akan menganggap Ahlu Sunnah sebagai Murjiah. Tiap kelompok tersebut akan menilai dengan standar mereka sendiri, bukan dengan standar al-Haq.
Demikian ulasan tentang Cabang Iman Dan Cabang Kekufuran Dalam Akidah. Semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan kita semua. Terimakasih.