Biografi Ibnu Taimiyyah Sejarah Dan Keilmuannya – Pada kesempatan ini Dutadakwah akan membahas tentang Ibnu Taymiyah. Yang mana pada kesempatan menjelaskan tentang biografi ibnu taiymiyah, sejarah dan keilmuannya dengan pembahasan secara singkat dan jelas. Untik itu silahkan simak ulasan berikut ini.
Biografi Ibnu Taimiyyah Sejarah Dan Keilmuannya
Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (Bahasa Arab: أبو عباس تقي الدين أحمد بن عبد السلام بن عبد الله ابن تيمية الحراني), atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taymiyah saja beliau lahir pada tanggal 22 Januari 1263 M. atau 10 Rabiul Awwal 661 H. dan beliau wafat pada tanggal 26 September 1328 M atau 22 Dzulqadah 728 H. Beliau merupakan seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Biografi Ibnu Taimiyyah
Beliau berasal dari keluarga religius. Ayahnya bernama Syihabuddin bin Taymiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Sedangkan kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur’an (hafidz).
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 667 H/1268M), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
Perkembangan menuntut ilmu dan hasrat keilmuan
Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya”.
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Kepribadian Ibnu Taymiyah
Beliau adalah orang yang kuat pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah SWT., mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Ibnu Taymiyah Menjadi Jenderal
Dia pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan dia mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, dia juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Sesudah kariernya itu, dia tetap mengajar sebagai profesor yang ulung.
Pendidikan dan Karya Ibnu Taymiyah
Di Damaskus Beliau belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu antara lain ilmu hitung (matematika), khot (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Beliau juga dikaruniai oleh Allah SWT. dengan kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, Beliau telah hafal Al-Qur’an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Beliau memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), beliau memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir.
Tiap malam beliau menulis tafsir, fiqh, ilmu ‘ushul sambil mengomentari para filusuf. Bahkan dalam sehari semalam beliau mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari’ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu’ Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam
Wafat Ibnu Taymiyah
Ibnu Taimiyah meninggal penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika dia sedang membaca Al-Qur’an surah Al-Qamar yang berbunyi “Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin”. Beliau berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Pada masa tuanya, Beliau menulis banyak kitab sekaligus mengisi waktunya. Beliau dipenjara karena berseberangan dengan pemerintah di zamannya.
Sewaktu ketika menulis, beliau sering juga saling bersurat-suratan kepada kawan-kawannya. Akhirnya, pihak pemerintah merampas semua peralatan tulisnya, tinta, dan kertas-kertas dari tangannya. Namun, Beliau tidak pernah patah arang. Beliau banyak berdakwah dengan menulis surat kepada kawan-kawannya, dan teman-temannya dengan menggunakan arang. Sehingga, dengan terang, Beliau berkata, “Orang yang dipenjara adalah orang yang dipenjara harinya dari Rabbnya, sedang, orang yang tertawan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.”
Beliau wafat pada tanggal 22 Dzulqadah 728 H (26 September 1328 M), dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Jenazahnya disalatkan di masjid Jami` Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
Pada saat itu, tidak ada seorangpun yang tak hadir melayat kecuali ada yang berhalangan, para wanita yang berjumlah kira-kira 15.000 orang juga datang melayat, ini belum termasuk suara isakan tangis dan doa yang terdengar di atas rumah-rumah sepanjang jalan menuju makam, sementara lelaki yang hadir diperkirakan 60.000 bahkan sampai 100.000 pelayat menurut kesaksian Ibnu Katsir.
Peninggalan Ibnu Taimiyyah
Sepanjang hidupnya, Beliau dikenal banyak sekali mendapat pujian dan celaan. Banyak kalangan ulama yang memujinya, dan sebagian ahli fiqih mencela Beliau karena ketidaktahuan mereka. Adapun ajarannya yang benar-benar memurnikan tauhid dari kesyirikan, khurafat, dan bid’ah, telah mengena dan diikuti oleh pengikut Salafi yang anti-kesyirikan.
Adapun, pada diri-pribadi Syaikh Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ‘alaih (رَحِمَهُ الله عَلَيْهِ), telah banyak kitab tentang studi pada biografi hidup Beliau. Seperti kitab, risalah ilmiah, maupun yang bukan ilmiah, itu baik dari bahasa Arab, ataupun yang bukan bahasa Arab. Studi tentang kehidupan dia bukan hanya tentang kehidupan dia saja, berikut tentang kepribadian, dan keilmuannya, dan karya-karyanya begitu banyak.
Demikian ulasan tentang Biografi Ibnu Taimiyyah Sejarah Dan Keilmuannya. Semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih.